Lebaran di Desa Pedada dan Gek Nyatok

Idul Adha saya tahun ini tetap seperti tahun-tahun yang lalu, masih di dua tempat: Desa Pedada dan Perigi Nyatu (tempat isteri saya). Sholat Ied-nya di Desa Pedada. Kemaren pulangnya hari minggu tanggal 7 Desember 2008 (sehari sebelum lebaran). Seperti biasanya, kesempatan pulang ke kampung ini banyak nyari inspirasi buat nulis di blog seperti misalnya salah satu tulisan saya sebelumnya Walaupun suasana hari raya kali ini tidak semeriah Idul Fitri, tapi tentunya masih menyisakan banyak hal-hal menarik.

Sayang sekali, sholat Ied tidak seramai Idul Fitri walaupun kapasitas yang pulang kampung maupun mengunjungi keluarga di Desa Pedada hampir sama dengan Idul Fitri. Apalagi setiap kali Idul Adha sepertinya tidak luput dari hujan karena bertepatan dengan bulan-bulan dimana curah hujan agak banyak juga. Belum lagi nanti dikaitkan dengan tahun baru china yang katanya “mengundang hujan” itu. Hehehe…!!! Entah hanya sekedar mitos ataukah????

Hujan mengguyur Desa Pedada sejak kira-kira pukul 3 pagi sampai menjelang matahari terbit sekitar pukul 6 pagi. Ketika sampai di Masjid At-Taqwa, kelihatan banyak ruang kosong di dalam. Padahal Idul Fitri yang lalu, kita gak kebagian tempat di dalam sehingga sholatnya di luar (teras samping) masjid. Kali ini juga gak rame rekan-rekan yang pulang kampung termasuk teman saya di Kota Satelit yang katanya sedang berusaha menyelesaikan skripsinya: Dayatbio.

Kalau Idul Fitri kemaren saya duduk bersebelahan dengan orang-orang muda (pemuda), Idul Adha ini saya duduk di samping kakek-kakek. Di samping kiri saya ada Ning Kunnok. Di sebelah kanan ada Cik Si’ie, De Kullen, dan Cik G-O-D-O-T. Huh, rasa tua banget dah nih badan, hehe…!!! Tapi ada hikmahnya juga berada dekat orang-orang tua, paling tidak kekhusyu’an saat sholat itu beda banget kalo berada di barisan para pemuda. Hehe lagi!

Kisah lucu Cik Si’ie ketika sholat Ied akan segera dimulai, pukul tujuh teng. Seperti biasanya di setiap hari raya, sebelum dilaksanakan sholat menjelang pengumandangan takbir berakhir, seorang petugas sholat Ied akan melakukan “penyisiran” para jama’ah untuk meminta sumbangan ala kadarnya, alhamdullillah jika bisa dalam jumlah besar. Acara ini dinamakan “Naggoek” (baca: nangguk). Nah, Cik Si’ie yang sehari-harinya memang terkesan suka “melucu” ini bilang begini:
Yo, doh mule nanggoek ye… Musem ujjon toek bonyak bottoek i? Sampul layang ye we…
Sambil menoleh kepada rekannya di samping kanan yaitu De Kullen yang terus mengiyakan. Saya menimpali dengan mengatakan:
Ape agek ruwan…
Hehhee… ada-ada saja, tapi niatnya bukan pengen gurau di masjid kok, penyegaran aja.

Mendengar takbiran kali ini saya sangat terpegun pada suara salah seorang yang membacakannya. Siapa dia? Saya cari-cari orangnya gak keliatan, suaranya merdu sekali. “Wah, hebat juga Pedada bisa memiliki orang dengan suara bagus seperti itu”, pikir saya. Setelah mencari beberapa saat ketika takbirannya hampir habis, barulah saya melihat siapa yang punya “suara emas” ini, ternyata dia adalah “Pak Syech” alias Pak Sehati, guru kelas I ketika saya masih SD dulu. Gak nyangka sama sekali.

Penyeru sholat Ied kali ini adalah Pak Ngah Inna (Nazari), sedangkan Imam dipimpin oleh E e (Ossem). Dari dulu saya paling demen kalo dengar bacaan Pak Ossem ini, lumayan, bagus banget sesuai dengan pelafalan Arabnya. Khotib kali ini adalah Pak Sukoco. Kali ini gak ada acara nangis-nangisan. Tapi isi khutbahnya lumayan bagus walaupun masih seperti biasa tentang kisah pengorbanan Nabi Ibrahim. Alhamdulillah, acaranya selesai dengan tertib, tidak banyak suara berisik.

Mohon maaf tidak menyertakan dokumentasi foto karena kemaren sholat Ied-nya gak bawa hape, jadi gak bisa motret. Akhirul kalam saya ucapkan:

SELAMAT IDUL ADHA 1429 H, MOHON MAAF LAHIR BATIN
Sampai ketemu di Lebaran Ketupat 1 Muharram 1430 H. Semoga panjang umur. Amiinnn!!!

0 comments:

Post a Comment